Saturday 9 June 2018

STUDI ISLAM INTERDISIPLINER DI ERA MILLENIAL


STUDI ISLAM INTERDISIPLINER di era millenial
Oleh : Yusuf

A.      Pendahuluan
Islam merupakan agama yang diturunkan di dunia ini dengan tujuan untuk mengubah akhlak – akhlak masyarakat pada masa itu,yakni masyarakat jahiliah yang sikap dan perbuatannya sangat tidak bisa diterima oleh akal pikiran. Agama islam turun dan disampaikan oleh nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat seluruh manusia. islam pada masa rosulullah hampir tidak ada perdebatan – perdebatan tentang pengkajian islam, hal tersebut dikarenakan problematikan yang berkembang pada masa itu langsung bisa terselesaikan dengan adanya wahyu ataupun hadits dari Nabi Muhammad SAW yang membawa al-Qur’an dan as-Sunnah. Ketika nabi telah wafat mulailah adanya permasalahan – permasalahan yang timbul dalam menentukan hukum – hukum islam yang semakin kompleks dan berkembang dari masa ke masa.
Islam hadir sebagai pedoman hidup yang menyajikan keluasan materi dan kedalaman ajaran, juga sebagai rahmatan lil alamin, maka diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan umat manusia. Namun demikian sayangnya pendekatan konvensional yang bersifat subjektif, apologi, dan doktriner tanpa disadari telah mempengaruhi kemampuannya dalam menjawab perkembangan zaman kekinian (kontermporer). Kemampuan tersebut tidak secara merata dapat disumbangkan oleh berbagai bidang dan disiplin ilmu keislaman.[1]
B.       Pengertian Studi Islam
Studi Islam mulai muncul pada abad ke-9 di Irak, ketika ilmu-ilmu agama Islam mulai memperoleh bentuknya dan berkembang didalam sekolah-sekolah hingga terbentuknya tradisiliterer dikawasan Arab masa pertengahan. Studi Islam bukan hanya berjalan didalam peradaban Islam itu sendiri bahkan juga menjadi fokus diskusi dinegara-negara Barat.[2]
Bahkan, sebelum kemunculan Islam pada abad ke-7, orang-orang Arab sudah dikenal oleh bangsa Israel dan Yunani Kuno serta para pendiri gereja. Pandangan orang-orang Eropa tentang Islam sepanjang masa pertengahan diambil dari konstruk Injili dan teologis. Mitologi, teologi, dan missionarisme menyediakan formulasi utama tentang apa yang diketahui gereja mengenai muslim sekaligus alasan-asalan bagi perkembangan wacana resmi tentang Islam.
Kata Studi Islam secara Etimologi (bahasa) merupakan gabungan dari dua kata yaitu Studi dan Islam. Dan kata studi sendiri memiliki banyak makna, diantaranya Studi berasal dari bahasa Inggris yaitu Study, yang berarti mempelajari atau mengkaji. Dan menurut Lester Crow dan Alice Crow menyebutkan bahwa studi adalah kegiatan yang secara sengaja diusahakan dengan maksud untuk memperoleh keterangan, mencapai pemahaman yang lebih besar atau meningkatkan suatu keterampilan. Kemudian menurut Muhammad Hatta Studi adalah mempelajari sesuatu untuk mengerti kedudukan masalahnya, mencari pengetahuan tentang sesuatu dalam hubungan sebab akibatnya, ditinjau dari jurusan tertentu dan dengan metode tertentu pula. Sedangkan Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu kata salima dan aslama. Salima mengandung arti selamat, tunduk, dan berserah. Sedangkan aslama juga mengandung arti kepatuhan, ketundukan, dan berserah. Yang disebut dengan muslim adalah orang yang tunduk, patuh, dan berserah diri sepenuhnya kepada ajaran Islam dan akan selamat dunia dan akhirat.[3]
Studi islam secara sederhana dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yangberkaitan dengan agama islam. Dengan kata lain studi islam adalah usaha sadar dan sistmatis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama islam, baik ajaran, sejarah, maupun praktik-praktik pelaksaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari sepanjang sejarahnya.[4]
Studi Islam adalah salah satu studi yang mendapat perhatian di kalangan ilmuwan.Jika ditelusuri secara mendalam, Nampak bahwa studi Islam mulai banyak dikaji oleh para peminat studi agama dan studi-studi lainnya.Dengan demikian, studi Islam layak untuk dijadikan sebagai salah satu cabang ilmufavorit.Artinya, studi Islam telah mendapat tempat dalam percaturan dunia ilmu pengetahuan.[5]Pengertian Studi Islam menurut Muhammad Nur Hakimkegunaan istilah Studi Islam bertujuan untuk mengungkapkan beberapamaksud, yaitu :
1.      Studi Islam yang dikonotasikan dengan aktivitas-aktivitas dan program- program pengkajian dan penelitian terhadap agama sebagai objeknya.
2.      Studi Islam yang dikonotasikan dengan materi, subjek, bidang, dankurikulum atas semua kajian Islam.
3.      Studi Islam yang dikonotasikan dengan institusi-institusi pengkajianIslam, baik dilakukan secara formal seperti perguruan tinggi, maupunyang non formal seperti forum-forum kajian dan halaqoh-halaqoh.[6]
Istilah “Islamic Studies” atau Studi Islam kini telah dipergunakan dalam jurnal-jurnal profesional, departemen akademik, dan lembaga-lembaga perguruan tinggi yang mencakup bidang pengkajian dan penelitian yang luas, yakni seluruh yang memiliki dimensi “Islam” dan keterkaitan dengannya. Rujukan pada Islam, apakah dalam pengertian kebudayaan, peradaban, atau tradisi keagamaan, telah semakin sering dipakai dengan munculnya sejumlah besar literatur dalam berbagai bahasa Eropa atau Barat pada umumnya yang berkenaan dengan paham Islam politik, atau Islamisme.
Menurut definisi ini, Islamic Studies mengimplikasikan: Pertama, studi tentang disiplin dan tradisi intelektual-keagamaan klasik menjadi inti dari Islamic Studies, karena ada di jantung kebudayaan yang dipelajari dalam peradaban Islam dan agama Islam, dan karena banyak Muslim terpelajar masih memandangnya sebagai persoalan penting. Pengertian Islamic Studies sebagai studi tentang teks-teks Arab pra-modern utamanya karena itu mesti dipertahankan.Keterampilan utama yang dibutuhkan adalah bahasa Arab.
Kedua,  Islamic  Studies  adalah  suatu  bidang  yang  sempit. Upaya-upaya  untuk  memperluas  bidang  kajiannya  dapat  mengakibatkan berkurangnya kualitas kajian. Namun demikian bidang ini terus menghadapi tekanan komersial untuk memperluas ruang lingkupnya, dengan memasukkan misalnya, studi tentang pengobatan dan keuangan Islam.
Ketiga, pendidikan berbasis keimanan bagi Muslim mengenai Islam, dan studi lintas disiplin tentang Islam yang bersandar kepada ilmu-ilmu humaniora dan ilmu-ilmu sosial, keduanya memberikan tujuan yang bermanfaat. Namun, Islamic Studies bagaimanapun berbeda dari keduanya dan jangan dipertipis garis batasnya.Yang diharapkan ialah upaya memperkaya dua bidang lainnya.Minat ilmu antropologi dan ilmu-ilmu sosial terhadap Islam memang dapat dibenarkan, namun jangan dipaksa untuk diistilahkan sebagai Islamic Studies.
Pendekatan kedua mendefinisikan Islamic Studies berdasarkan pada pernyataan bahwa Islam perlu dikaji dalam konteks evolusi Islam modern yang penuh teka-teki. Juga adanya kebutuhan untuk memahami apa yang dimaksudkan oleh teks-teks tentang cara orang-orang mengalami dan menjalankan kehidupan mereka. Islamic Studies bukanlah sebuah disiplin, namun ia lebih merupakan ke saling hubungan antara beberapa disiplin. Dalam bahasa metodologi, para peneliti meminjam serangkaian disiplin termasuk ilmu-ilmu sosial.Kurang tegasnya batasan-batasan ini justru menyediakan peluang untuk memperkaya studi interdisipliner yang beragam.[7]
Oleh karenanya, dibutuhkan suatu pendekatan yang dapat mencakup studi Islam. Pendekatan interdisipliner (interdisciplinary approach) ialah  pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan  berbagai sudut pandang ilmu serumpun yang relevan secara terpadu. Ilmu yang relevan maksudnya ilmu-ilmu yang cocok digunakan dalam pemecahansuatu masalah. Adapun istilah terpadu, yang dimaksud yaitu ilmu-ilmu yang digunakan dalam pemecahan suatu masalah melalui pendekatan ini terjalin satu sama lain secara tersirat(implicit)merupakan suatu kebulatan atau kesatuan pembahasan atau uraian termasuk dalam setiap sub-sub uraiannya. Ciri pokok atau kata kunci dari pendekatan indisipliner ini adalah inter(terpadu antar ilmu dalam rumpun ilmu yang sama).[8]

C.      Pengertian Pendekatan Interdisipliner
Pengertian pendekatan interdisipliner dapat dijelaskan secara ringkas berikut. Ada dua mazhab dalam mendefinisikan Pendekatan Interdisipliner. Pertama, pendekatan dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang ilmu serumpun yang relevan atau tepat guna secara terpadu dalam pemecahan suatu masalah. Maka kata kuncinya adalah ilmu serumpun. Ilmu serumpun juga banyak versinya. Misalnya rumpun Ilmu Agama, rumpun Ilmu Sosial-Humaniora, rumpun Ilmu Pasti. Rumpun ini dapat juga lebih rinci menjadi rumpun Ilmu Hukum, rumpun Ilmu Sosial, rumpun Ilmu Ilmu Jiwa dan semacanya. Dengan batasan ilmu serumpun dengan demikian sangat relative batasannya, dan mestinya sah saja.
Kedua, interdisipliner berarti kerjasama antar satu ilmu dengan ilmu lain sehingga merupakan satu kesatuan dengan metode tersendiri. Boleh juga dikatakan integrasi antara satu ilmu dengan ilmu lain, sehingga membentuk satu ilmu baru, dengan metode baru. Misalnya perpaduan antara psikologi dan social menjadi psikologi-sosial, perpaduan sosiologi dan agama menjadi sosiologi agama, demikian seterusnya dengan ilmu-ilmu lain.[9]
Dalam hal ini pendekatan interdisipliner yang dimaksud  adalah kajian dengan menggunakan sejumlah pendekatan atau sudut pandang (perspektif). Dalam sebuah studi misalnya menggunakan pendektan sosiologis, historis dan normatif secara bersamaan. Penggunaan pendekatan ini semakin disadari keterbatasan dari hasil-hasil penelitian yang hanya menggunakan satu pendekatan tertentu. Misalnya, dalam mengkaji teks agama, seperti Al-Qur’an dan sunnah Nabi tidak cukup hanya mengandalkan pendekatan tekstual, tetapi harus dilengkapi dengan pendekatan sosiologis dan historis sekaligus, bahkan masih perlu ditambah dengan pendekatan hermeneutic.[10]
Islamic Studies berdasarkan pada pernyataan bahwa Islam perlu dikaji dalam konteks evolusi Islam modern yang penuh teka-teki. Juga adanya kebutuhan untuk memahami apa yang dimaksudkan oleh teks-teks tentang cara orang-orang mengalami dan menjalankan kehidupan mereka. Islamic Studies bukanlah sebuah disiplin, namun ia lebih merupakan ke saling hubungan antara beberapa disiplin. Dalam bahasa metodologi, para peneliti meminjam serangkaian disiplin termasuk ilmu-ilmu sosial.Kurang tegasnya batasan-batasan ini justru menyediakan peluang untuk memperkaya studi interdisipliner yang beragam.[11]

D.      Pendekatan Interdisipliner dalam Studi Islam
Pendekatan interdisipliner yang dimaksud disini adalah kajian dengan menggunakan sejumlah pendekatan atau sudut pandang (perspektif). Dalam studi misalnya menggunakan pendekatan sosiologis, historis dan normatif secara bersamaan. Pentingnya penggunaan pendekatan ini semakin disadari keterbatasan dari hasil-hasil penelitian yang hanya menggunakan satu pendekatan tertentu. Misalnya, dalam mengkaji teks agama, seperti Al-Qur’an dan sunnah Nabi tidak cukup hanya mengandalkan pendekatan tekstual, tetapi harus dilengkapi dengan pendekatan sosiologis dan historis sekaligus, bahkan masih perlu ditambah dengan pendekatan hermeneutik misalnya.
Dari kupasan diatas melahirkan beberapa catatan. Pertama perkembangan pembidangan studi islam dan pendekatannya sejalan dengan perkembangan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Kedua, adanya penekanan terhadap bidang dan pendekatan tertentu dimaksudkan agar mampu memahami ajaran Islam lebih lengkap (komprehensif) sesuai dengan kebutuhan tuntutan yang semakin lengkap dan kompleks. Ketiga, perkembangan tersebut adalah satu hal yang wajar dan seharusnya memang terjadi, kalau tidak menjadi pertanda agama semakin tidak mendapat perhatian[12]. Contoh dalam penggunaan pendekatan interdisipliner adalah dalam menjawab status hukum aborsi. Untuk melihat status hukum aborsi perlu dilacak nash Al Qur’an dan sunnah Nabi. Tentang larangan pembunuhan anak dan proses atau tahap penciptaan manusia dihubungkan dengan teori embriologi. Sebagai tambahan Leonard Binder secara implisit menawarkan beberapa pendekatan studi islam, yakni:
1.      Sejarah (history)
2.      Antropologi (anthropology)
3.      Sastra islam dan arkeologi (islamic art and archeology)
4.      Ilmu politik (political science)
5.      Filsafat (philosophy)
6.      Linguistik
7.      Sastra (literature)
8.      Sosiology (sociology)
9.      Ekonomi (economics)
Dari pembahasan ringkas tentang pendekatan yang dapat digunakan dalam studi islam ada beberapa catatan. Pertama, sejumlah teori memang sudah digunakan sejak lama oleh para ilmuan klasik, meskipun teori-teori tersebut mengalami perkembangan. Kedua, ada beberapa teori yang mendapat penekanan pada beberapa dekade terakhir[13]
E.       Beberapa Pendekatan Interdisipliner
1.      Pendekatan Filsafat
a.       Pengertian Pendekatan Filsafat
Filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta dan kata shopos yang berarti ilmu atau hikmah, secara etimologi filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Menurut istilah (terminologi) filsafat islam adalah cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkan falsafah dan menciptakan sikap positif terhadap falsafah islam. Istilah filsafat dapat ditinjau dari dua segi berikut[14]:
1)      Segi Semantik : filsafat berasal dari bahasa arab yaitu falsafah. Dari bahasa Yunani yaitu philosophia yaitu pengetahuan hikmah (wisdom). Jadi philosophia berarti cinta pengetahuan, kebijaksanaan, dan kebenaran. Maksudnya adalah orang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya dan mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
2)      Segi Praktis : filsafat yaitu alam pikiran artinya berfilsafat itu berpikir. Orang yang berpikir tentang filsafat disebut filosof. Yaitu orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sesuatu dengan sungguh-sungguh di dalam tugasnya filsafat merupakan hasil akal manusia yang mencari dan memikirkan sesuatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Jadi, filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.

b.      Ruang Lingkup Filsafat
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang terdiri dari gabungan ilmu-ilmu khusus[15]. Dalam perkembangan ilmu-ilmu khusus satu demi satu memisahkan diri dari induknya yakni filsafat. Ruang lingkup filsafat berdasarkan struktur pengetahuan yang berkembang datap dibagi menjadi tiga bidang, sebagai berikut:
1)      Filsafat sistematis terdiri dari:
a)      Metafisika
b)      Epistemologi
c)      Metodologi
d)     Logika
e)      Etika
f)       Estetika
2)      Filsafat khusus terdiri dari:
a)      Filsafat seni
b)      Filsafat kebudayaan
c)      Filsafat pendidikan
d)     Filsafat bahasa
e)      Filsafat sejarah
f)       Filsafat budi pekerti
g)      Filsafat politik
h)      Filsafat agama
i)        Filsafat kehidupan
j)        Filsafat nilai
3)      Filsafat keilmuan terdiri dari:
a)      Filsafat ilmu-statistik
b)      Filsafat psikologi
c)      Filsafat ilmu-ilmu sosial.
Dalam studi filsafat untuk memahami secara baik paling tidak kita harus mempelajari lima bidang politik, yaitu:
1)      Metafisika
2)      Epistimologi
3)      Logika
4)      Etika
5)      Sejarah filsafat
c.       Dasar Pendekatan Filsafat Pendidikan
Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia. Sumber ajaran-ajaran yang mengambil berbagai aspek itu adalah alquran dan hadis. Dalam kaitan ini diperlukan pendekatan historis terhadap filsafat Islam yang tidak menekankan pada studi tokoh, tetapi yang lebih penting lagi adalah memahami proses dialektik. Filsafat Islam sendiri keberadaanya menimbulkan pro dan kontra. Sebagian yang berpikian maju dan bersifat liberal cenderung mau menerima pemikiran filsafat Islam. Bagi mereka yang berpikiran tradisional kurang mau menerima filsafat.
Islam menjadi jiwa yang mewarnai suatu pemikiran filsafat, itulah yang disebut filsafat Islam bukan karena orang yang melakukan kefilsafatan itu orang muslim, tetapi dari segi obyek membahas mengenai keislaman. Perkembangan filsafat Islam pada prinsipnya mampu bersainh dengan filsafat Barat. Dari kedua filsafat ini ditambah dengan kajian Yahudi, amaka tersususnlah sejarah pembahasan teoritis filsafat Islam dengan filsafat klasik, pada pertengahan dan modern. Hubungan filsafat Yunani dengan filsafat Islam sebagai berikut:
1)      Pemikiran filsafat Islam telah dipengaruhi oleh filsafat Yunani.
2)      Para filsuf muslim mengambil sebagian besar pandangannya Aristoteles.
3)      Filsuf muslim banyak mengagumi Plato dan mengikutinya pada berbagai aspek.
Hubungan filsafat Islam dengan filsafat modern, secara khusus terdapat berbagai usaha yang ditujukan untuk menemukan hubungan antara keduanya, baik sumber maupun pengantar-pengantar filsafat modern. Batasannya yaitu terdapat pola titik persamaan dalam pandangan dan pemikiran. Filsafat Islam juga dikatakan sebagai ilmu karena di dalamnya terkandung pertanyaan ilmiah, yaitu bagaimanakah, mengapakah, dan apakah, jawaban atas pertanyaan itu sebagai berikut:
1)      Pengetahuan yang timbul dari pedoman yang selalu berulang-ulang.
2)      Pengetahuan yang timbul dari pedoman yang terkandung dalam adat istiadat yang berlaju dalam masyarakat.
3)      Pengetahuan yang timbul dari pedoman yang dipakai suatu hal dijadikan pegangan.
d.      Konsep Filsafat Islam
1)      Konsep Ar-Razi
Abu Bakar Muhammad Ibn Zakaria Al-Razi lahir di Rai kota dekat Teheran pada tahun 862 M. Falsafahnya terkenal dengan Lima yang Kekal[16]:
a)      Materi: merupakan apa yang ditangkap panca indra tentang benda itu.
b)      Ruang : karna materi mengambil tempat.
c)      Zaman : karena materi berubah-ubah keadaanya.
d)     Adanya roh.
e)      Adanya pencipta.
2)      Konsep Al Farabi
Abu Ali Husin Ibn Sina lahir di Asyfana 980 M., di dekat Bukhara. Terkenal dengan:
a)      Falsafah Jiwa
b)      Falsafah Wahyu dan Nabi
c)      Falsafah Wujud
d)     Falsafah Al Kindi
Ya’kub Ibn Ishaq Al Kindi berasal dari Kindah di Yaman, tahun 796 M, terletak dengan:
1)      Falsafah Ketuhanan
2)      Falsafah Jiwa
1.      Pendekatan Sosiologi
a.       Pengertian pendidikan dengan pendekatan sosiologi
Sosiologi adalah ilmu tentang kemasyarakatan, ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat. Sosiologi didefinisikan secara luas sebagai bidang penelitian yang tujuannya meningkatkan pengetahuan melalui pengamatan dasar manusia, dan pola organisasi serta hukumnya. Sosiologi dapat juga diartikan sebagai suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Selanjutnya sosiologi digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam studi Islam yang mencoba untuk memahami islam dari aspek sosial yang berkembang dimasyarakat, sehingga pendidikan dengan pendekatan sosiologis dapat diartikan sebagai sebuah studi yang memanfaatkan sosiologi untuk menjelaskan konsep pendidikan dan memecahkan berbagai problema yang dihadapinya.
Pendidikan menurut pendekatan sosiologi ini dipandang sebagai salah satu konstruksi sosial atau diciptakan oleh interaksi sosial. Pendekatan sosiologi dalam praktiknya, bukan saja digunakan dalam memahami masalah-masalah pendidikan, melainkan juga dalam memahami bidang lainnya, seperti agama sehingga muncullah stdi tentang sosiologi agama[17].
b.      Agama dalam pendekatan sosiologi
Salah satu ciri utama pendekatan ilmu-ilmu sosial adalah pemberian definisi yang tepat tentang wilayah telaah mereka. Adams berpendapat bahwa studi sejarah bukanlah ilmu sosial, sebagaimana sosiologi. Perbedaan mendasar terletak bahwa sosiologi membatasi secara pasti bagian dari aktivitas manusia yang dijadikan fokus studi dan kemudaian mencari metode khusus yang sesuai dengan objek tersebut, sedangkan sejarahwan memiliki tujuan lebih luas lagi dan menggunakan metode yang berlainan. Dengan menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial, maka agama akan dijelaskan dengan beberapa teori, mislnya agama merupakan perluasan dari nilai-niali sosial, agama adalah mekanisme integrasi sosial, agama itu berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui dan tidak terkontrol dan masih banak lagi teori lainnya. Pada intinya pendekatan ilmu-ilmu sosial menjelaskan aspek empiris orang beragama sebagai pengaruh dari norma sosial. Tampak jelas bahwa pendekatan ilmu-ilmu sosial memberikan penjelasan mengenai fenomena agama.


c.       Agama adalah pendekatan fungsional-sosiologi
Teori fungsional memandang agama dalam kaitan dengan aspek pengalaman yang mentransendensikan sejumlah peristiwa eksistesi sehari-hari, yaki melibatkan kepercayaan dan tanggapan terhadap sesuatu yang berada diluar jangkauan manusia. Oleh karena itu secara sosiologis agama menjadi penting dalam kehidupan manusia dimana pengetahuan dan keahlian tidak berhasil memberikan sarana adaptasi atau mekanisme penyesuaian yang dibutuhkan. Dari sudut pandangan teori fungsional, agama menjadi atau penting sehubungan dengan unsur-unsur pengalaman manusia yang diperoleh dari ketidakpastian, ketidakpastian, ketidakberdayaan dan kelangkaan yang memang merupakan karakteristik fundamental kondisi manusia. Dalam hal ini fungsi agama adalah menyediakan dua hal yaitu:
1)      Suatu cakrawala pandang tentang dunia luar yang tidak terjangkau oleh manusia.
2)      Sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal diluar jangkauannya yang memberikan jaminan dan keselamatan bagi manusia mempertahankan moralnya.
Dari sini kita dapat menyebutkan fungsi agama, antara lain:
1)      Agama mendasarkan perhatiannya pada sesuatu yang diluar jangkauan manusia yang melibatkan takdir dan kesejahteraan, dan terhadap manusia memberikan tanggapan serta menghubungkan dirinya menyediakan bagi pemeluknya suatu dukungan dan pelipur lara.
2)      Agama menawarkan hubungan transendetal melalui pemujaan pada upacara ibadat.
3)      Agama mensucikan norma-norma dan nilai masyarakat yang telah terbentuk, mempertahankan dominasi tujuan kelompok diatas keinginan individu dan disiplin kelompok diatas dorongan individu.
4)      Agama melakukan fungsi-fungsi identitas yang penting.
5)      Agama bersangkut paut pula dengan pertumbuhan dan kedewasaan individu dan perjalanan hidup melalui tingkat usia yang ditentukan oleh masyarakat.
Jadi menurut teori fungsional, agama mengidentifikasi individu dengan kelompok, menolong individu dalam ketidakpastian, menghibur ketika dilanda kecewa, mengaitkannya dengan tujuan-tujuan masyarkat, memperkuat moral, dan menyediakan unsur-unsur identitas. Seperti halnya teori sosiologi tentang agama, teori fungsional juga berusaha membangun sikap bebas nilai. Teori ini tidak menilai kebenaran tertinggi atau kepalsuan kepercayaan beragama. Sebagaimana semua sosiologi, teori ini juga menggunakan apa yang disebut pendekatan “naturalistis” pada agama. Sebagai ilmu sosial, sosiologi berusaha memahami perilaku diri sebab akibat yang alamiah. Ini bukan merupakan posisi ideologi yang anti agama, sebab jika penyebab itu diluar alam, bila mereka bertindak terhadap manusia harus juga melalui manusia dan hakikat manusia.
2.      Pendekatan Sejarah
a.       Pengertian pendekatan sejarah
Dalam bahasa Arab, kata sejarah disebut tarikh yang secara harfiah berarti ketentuan waktu, dan secara istilah berarti keterangan yang telah terjadi pada masa lampau / masa yang masih ada. Dalam bahasa Inggris, kata sejarah merupakan terjemahan dari kata histori yang secara harfiah diartikan the past experience of mankind, yakni pengalaman umat manusia di masa lampau[18].
b.      Studi Islam dengan Pendekatan Sejarah
Melalui pendekatan sejarah ditemukan informasi sebagai berikut:
1)      Sejak kedatangan Islam, umat Islam tergerak hati, pikiran dan perasaannya untuk memberikan perhatiannya yang besar terhadap penyelenggaraan pendidikan.
2)      Model lembaga pendidikan Islam yang diadakan oleh umat Islam adalah model lembaga pendidikan informal, non formal dan formal.
3)      Lembaga pendidikan yang dibangun umat Islam bersifat dinamis, kratif, inovatif, fleksibel dan terbuka untuk dilakukan perubahan dari waktu ke waktu.
4)      Melalui pendekatan sejarah, diketahui bahwa di kalangan umat Islam telah terdapat sejumlah ulama yang memiliki perhatian untuk berkiprah dalam bidang pendidikan.
5)      Melalui pendekatan sejarah, dapat diketahui tentang kehidupan para guru dan pelajar.
6)      Melalui pendekatan sejarah, dapat diketahui tentang adanya sistem pengaturan atau manajemen pendidikan, pendanaan atau pembiayaan pendidikan, mulai dari yang sederhana sampai dengan yang canggih.
Melalui pendekatan sejarah, dapat diketahui tentang adanya kurikulum yang diterapkan di berbagai lembaga pendidikan yang disesuaikan dengan visi, misi, tujuan dan ideologi keagamaan yang dimiliki oleh tokoh pendiri atau masyarakat yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan tersebut.

F.       Studi Islam Interdisipliner di Indonesia
Dari kupasan diatas melahirkan beberapa catatan. Pertama, perkembangan pembidangan studi islam dan pendekatannya sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Kedua, adanya penekanan terhadap bidang dan pendekatan tetentu dimaksudkan agar mampu memahami ajaran islam lebih lengkap (komprehensif) sesuai dengan kebutuhan tuntutan yag semakin lengkap dan komplek. Ketiga, perkembangan tersebut adalah satu hal yang wajar dan seharusnya memang terjadi, kalau tidak menjadi pertanda agama semakin tidak mendapat perhatian.
Upaya ke arah untuk mengkaji studi Islam interdisipliner mendapat respon yang sangat positif. Ini terbukti pada bulan agustus 1973, tepatnya di daerah Ciumbeliut, Bandung, diadakan pertemuan rector seluruh Indonesia. Dalam pertemuan itu, Rektor IAIN Syarif Hidayatullah, yang ketika itu dijabat oleh Prof. Dr. Harun Nasution, mengusulkan perlunya modernisasi kurikulum melalui pengembangan wilayah kajian studi Islam dan pentingnya memasukkan pendekatan-pendekatan baru dalam studi Islam, seperti pengantar ilmu agama, filsafat, teologi, sosiologi, dan metodologi riset.
Usulan demikian, meskipun pada awalnya mendapat perlawanan dari kalangan Rektor Tua, seperti H.Ismail Ya‟kub dan KH. Bafadal, namun karena ide tersebut didukung oleh kalangan birokrasi pemerintahan, seperti Mulyanto Supardi, yang ketika itu menjabat Direktur Jenderal Perguruan Tinggi Islam, dan Zarkawi Suyuti, yang ketika itu sebagai Sekretaris Dirjen Bimas Islam, pada akhirnya usulan untuk memasukkan pendekatan-pendekatan baru dalam studi Islam diterima.[19]
G.      Studi Islam Interdisipliner di Era Millenial
Era millennial dimulai pada tahun 1980 an sebagai awal kelahiran kelompok ini dan pertengahan tahun 1990 an hingga awal 2000 an sebagai akhir kelahiran.[20]  Sedangkan menurut Google translate Millenial diartikan seribu tahun. Namun jika diartikan sebagai kata benda (Noun) menjadi a person reaching young adulthood around the year 2000, a generation yer (orang yang berkembang pada tahun 2000 an).
Dinamika pemikiran yang berkembang dalam kehidupan masyarakat menjadi suatu bukti autentik bahwa kehidupan ini berjalan ibarat roda. Tidak ada suatu pemikiran pun yang berjalan dalam stagnasi eksistensinya. Pemikiran Yunani kuno dan klasik yang telah menghiasi kehidupan masyarakat serta pernah menjadi the great miracle dalam khazanah  pemikiran manusia pada akhirnya beralih menjadi kehidupan lain yang mengikutinya. Dunia modern yang melanjutkan era pemikiran abad  pertengahan dengan panutan pemikirannya pada Ancilla Theologia minat utama kepada agama dengan jargon Extra Ecclesia Nula Saluum tidak ada kebenaran hakiki kecuali kebenaran gereja melaju dengan asas pemikiran antroposentris.[21]
Laju modernisme yang begitu pesat dan hadirnya globalisasi sebagai dampak dari eksistensinya membuka pintu baru  ijtihad berpikir masyarakat. Dilema modernisme dengan   grand concept  (konsep besar) yang bermunculan dan dihasilkan menggiring masyarakat ke dalam kondisi yang jauh dari nilai-nilai metafisis. Kemaha agungan filsafat kemudian dipertanyakan sehingga memunculkan banyak pemikir baru yang mengusulkan postmodernisme dalam menangkal dunia modern yang semakin  “jauh” dari sumbu-sumbu spiritualitas. Derrida mengemukakan  perlunya dekonstruksi terhadap pemikiran-pemikiran modern dalam rangka membangun autentisitas ilmu. Kuhn menyampaikan pentingnya revolusi ilmiah. Semua yang kemudian dimunculkan dalam rangka mencipta benang dialektika di antara semua disiplin ilmu yang  berkembang.
Pada saat ini generasi millenial lebih memilih ponsel dibanding TV, sebab generasi ini lahir di era kecanggihan teknologi, dan internet berperan besar dalam keberlangsungan hidup mereka, maka televisi bukanlah prioritas generasi millenial untuk mendapatkan informasi atau melihat iklan yang tidak ada pentingnya. Generasi millenial lebih suka mendapatkan informasi dari ponselnya, dengan mencarinya ke Google atau  perbincangan pada forum-forum, yang diikuti generasi ini untuk selalu up-to-date dengan keadaan sekitar. Jika dihadapkan pada sebuah pilihan, mayoritas generasi sekarang akan lebih memilih ponsel daripada TV. hampir semua kalangan, informasi berkembang dengan pesat danpenyebarannya semakin cepat. Berdasarkan penelitian bahwa mayoritasmillennial mendapatkan berita bersumber dari media sosial seperti facebookdan twitter (dikutip dari How Millennials, 2015), dimana kredibilitassumber berita sangat sulit untuk diukur. Penelitian menunjukkan bahwagenerasi millennial cenderung malas untuk memvalidasi kebenaran beritayang mereka terima dan cenderung menerima informasi hanya dari satusumber, yaitu media sosial (Ellysabeth Ratih Dwi Hapsari W), inilahkondisi peserta didik saat ini, yang lebih memanfaatkan dan percaya denganmedia sosial dalam kegiatannya sehari-hari.[22]
Masalah ilmu-ilmu apa yang dianjurkan dalam Islam, merupakan pokok  penting yang mendasar sejak hari-hari pertama Islam: apakah ada bentuk ilmu khusus yang harus dicari? Sebagian ulama besar Islam hanya memasukkan cabang-cabang ilmu yang secara langsung berhubungan dengan agama. Sedangkan tipe-tipe ilmu yang lain, mereka menyerahkan kepada masyarakat untuk menentukan ilmu mana yang paling esensial untuk memelihara dan menyejahterakan mereka.[23] Perintah al Quran dan syariah tertentu. Tetapi juga mencakup setiap ilmu yang berguna bagi manusia. Karenanya, seiring perkembangan yang ada, disiplin ilmu juga turut berkembang untuk dikaji.
Studi tentang generasi millenial, terutama di Amerika, sudah banyakdilakukan, antara lain studi yang dilakukan oleh Boston Consulting Group (BCG) bersama University of Berkley tahun 2011 dengan mengambil temaAmerican Millennials: Deciphering the Enigma Generation. Tahun sebelumnya, 2010, Pew Research Center juga merilis laporan riset dengan judul Millennials: A Portrait of Generation Next. Berdasarkan penelitian-penelitianitu, inilah karakteristik generasi millenial tersebut;
Pertama, Millennial lebih percaya User Generated Content (UGC)daripada informasi searah.Bisa dibilang millennial tidak percaya lagikepada distribusi informasi yang bersifat satu arah. Mereka lebih percaya kepada UGC atau konten dan informasi yang dibuat oleh perorangan.Mereka tidak terlalu percaya pada perusahaan besar dan iklan sebab lebih mementingkan pengalaman pribadi ketimbang iklan atau reviewkonvensional. Dalam hal pola konsumsi, banyak dari mereka memutuskan untuk membeli produk setelah melihat review atau testimoni yang dilakukanoleh orang lain di Internet. Mereka juga tak segan-segan membagikanpengalaman buruk mereka terhadap suatu mereka.
Kedua, Millennial lebih memilih ponsel dibanding TV. Generasi ini lahir di era perkembangan teknologi, Internet juga berperan besar dalam keberlangsungan hidup mereka. Maka televisi bukanlah prioritas generasi millennial untuk mendapatkan informasi atau melihat iklan. Bagi kaum millennial, iklan pada televisi biasanya dihindari. Generasi millennial lebihsuka mendapat informasi dari ponselnya, dengan mencarinya ke Googleatau perbincangan pada forum-forum yang mereka ikuti, supaya tetap up-todate.
Ketiga, Millennial wajib punya media sosial.Komunikasi di antaragenerasi millennial sangatlah lancar. Namun, bukan berarti komunikasi itu selalu terjadi dengan tatap muka, tapi justru sebaliknya. Banyak dari kalanganmillennial melakukan semua komunikasinya melalui text messaging ataujuga chatting di dunia maya, dengan membuat akun yang berisikan profildirinya, seperti Twitter, Facebook, hingga Line. Akun media sosial jugadapat dijadikan tempat untuk aktualisasi diri dan ekspresi, karena apa yangditulis tentang dirinya adalah apa yang akan semua orang baca. Jadi, hamper semua generasi millennial dipastikan memiliki akun media sosial sebagaitempat berkomunikasi dan berekspresi.[24]
Dalam melihat hubungan manusia dengan ruang dan waktu, ciri generasi millennial dalam berkomunikasi bersifat Instant Communicationdi lingkungan real time, Network Development, yaitu mengembangkan  jaringan yang memungkinkan generasi ini untuk terhubung satu sama lain untuk berkoneksi dan kolaborasi. Terkait dengan prinsip dasar hubungan manusia dengan alam, mempunyai prinsip pemanfaatan dan sekaligus  pelestarian lingkungan alam. Manusia harus menguasai teknologi dan ilmu  pengetahuan untuk digunakan dalam pemanfaatan, pengelolaan, kelestarian sekaligus bagi keselarasan, harmoni dan penguasaan alam demi kemanfaatan umat manusia dan alam sekitarnya. Sementara itu, dalam melihat hubungan manusia dengan sesama manusia, lebih terbuka terhadap  berbagai akses informasi yang bersifat lintas batas, cenderung lebih  permisif terhadap keanekaragaman. Mereka tidak peduli tentang privasi dan bersedia untuk berbagi rincian intim tentang diri mereka sendiri dengan orang asing. Budaya membuat status merupakan aktivitas sehari-hari. Cyberculture adalah sebuah kebudayaan baru di mana seluruh aktivitas kebudayaannya dilakukan dalam dunia maya yang tanpa batas. Namun demikian generasi millennial tetap berpandangan bahwa keluarga merupakan pilar yang sangat penting bagi kehidupannya.[25]


H.      PENUTUP
Di beberapa papapran diatas dapat diketahui bahwasanya studi islam merupakan usaha untuk mempelajari hal-hal yangberkaitan dengan agama islam. Dengan kata lain studi islam adalah usaha sadar dan sistmatis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama islam, baik ajaran, sejarah, maupun praktik-praktik pelaksaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari sepanjang sejarahnya.
Diera moderan atau lebih dikenal dengan era milenial laju modernisme yang begitu pesat dan hadirnya globalisasi sebagai dampak dari eksistensinya membuka pintu baru  ijtihad berpikir masyarakat. Dilema modernisme dengan   grand concept  (konsep besar) yang bermunculan dan dihasilkan menggiring masyarakat ke dalam kondisi yang jauh dari nilai-nilai metafisis, pada masa ini studi islam juga hendanya dapat menyesuaikan perkembangan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang dianggap cocok pada masa ini, semisal dengan pendekatan interdisipliner.
Pendekatan interdisipliner yang dimaksud disini adalah kajian dengan menggunakan sejumlah pendekatan atau sudut pandang (perspektif). Dalam studi misalnya menggunakan pendekatan sosiologis, historis dan normatif secara bersamaan. Pentingnya penggunaan pendekatan ini semakin disadari keterbatasan dari hasil-hasil penelitian yang hanya menggunakan satu pendekatan tertentu. Misalnya, dalam mengkaji teks agama, seperti Al-Qur’an dan sunnah Nabi tidak cukup hanya mengandalkan pendekatan tekstual, tetapi harus dilengkapi dengan pendekatan sosiologis dan historis sekaligus, bahkan masih perlu ditambah dengan pendekatan hermeneutic
Hal tersebut diharapkan agar produk dari studi islam di era ini dapat selalu menjawab persoaln-persoaln yang terus berkembang dan islam akan selalu memberikan solusi serta terwujudnya Islam yang rahmatan lil alamin




I.         REFERENSI
Saerozi, Jurnal At Taqaddum, IAIN Walisongo,Volume 3 nomor 1, Semarang , 2011
Baidhawy  Zakiyuddin, Islamic Studies (Pendekatan dan Metode), Yogyakarta: Insan Madani, 2011
Khoiriyah, Memahami Metodologi Studi Islam (Suatu Konsep tentang Seluk Beluk Pemahaman Ajaran Islam Studi Islam dan Isu-isu Kontemporer dalam Studi Islam), Yogyakarta: Teras, 2013
Rasihon Anwar dkk, Pengantar Studi Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2009
Siti Zulaiha, Pendekatan Metodologis Dan Teologis Bagi Pengembangan Dan Peningkatan Kualitas Guru Mi, (Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 1, No. 01, 2017)
Muhammad Mustahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras, 2011
Chanifudin, “Pendekatan Interdisipliner: Tata Kelola Pendidikan Islam di Tengah Kompleksitas”, (Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 05, Januari 2016)
Khoiruddin Nasution, Berpikir Rasional-Ilmiah dan Pendekatan Interdisipliner dan Multidisipliner Dalam Studi Hukum Keluarga Islam , Jurnal al-ahwal : Yogyakarta ,Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ,  vol. 10, no. 1, juni 2017 m/1438 h
Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution,MA, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta, Academia  Tazzafa, 2009
Harun Nasution. Falsafah Dan Mistisme Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1995
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner, Normatif Perenialis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Manajemen, Teknologi, Informasi, Kebudayaan, Politik, Hukum, Jakarta: Rajawali Press, 2009
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006
Thahir, S, Lukman. Studi Islam Interdisipliner Aplikasi Pendekatan Filsafat, Sosiologi dan Sejarah.Yogyakarta : Qirtas , 2004
www.id.m.wikipedia.org diakses tanggal 05 Juni 2018. 
Mas’udi, “Posmodernisme dan Polemik Keberagamaan Masyarakat Modern: Antitesis Posmodernisme Atas Dinamika Kehidupan Modernisme” Fikrah, Vol. 2, No. 1, Juni 2014
Miftah Mucharomah, Guru di Era Milenia dalam Bingkai Rahmatan LilAlamin, Edukasia Islamika, Vol. 2, No. 2, 2017
Mahdi Ghulsyani,Filsafat-Sains Menurut al Quran . Bandung: Mizan, 2001
Heru Dwi Wahana,“Pengaruh Nilai-nilai Budaya Generasi Millennial dan Budaya Sekolah Terhadap Ketahanan Individu: Studi di SMA Negeri 39, Cijantung, Jakarta”, (Jurnal Ketahanan Nasional, XXI 1),April 2015







[1] Saerozi, Jurnal At Taqaddum, IAIN Walisongo,Volume 3 nomor 1, Semarang , 2011
[2] Baidhawy  Zakiyuddin, Islamic Studies (Pendekatan dan Metode), Yogyakarta: Insan Madani,2011 hal 39
[3] Khoiriyah, Memahami Metodologi Studi Islam (Suatu Konsep tentang Seluk Beluk Pemahaman Ajaran Islam Studi Islam dan Isu-isu Kontemporer dalam Studi Islam), Yogyakarta: Teras, 2013, hal. 19-20
[4] Rasihon Anwar dkk, Pengantar Studi Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2009, hal 25
[5] Siti Zulaiha, Pendekatan Metodologis Dan Teologis Bagi Pengembangan Dan Peningkatan Kualitas Guru Mi, (Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 1, No. 01, 2017), hal 46
[6]Muhammad Mustahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras, 2011, hlm. 1
[7] Zakiyuddin Baidhawy, Op. Cit, hal 4
[8]Chanifudin, “Pendekatan Interdisipliner: Tata Kelola Pendidikan Islam di Tengah Kompleksitas”, (Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 05, Januari 2016), hal 1286.
[9] Khoiruddin Nasution, Berpikir Rasional-Ilmiah dan Pendekatan Interdisipliner dan Multidisipliner Dalam Studi Hukum Keluarga Islam , Jurnal al-ahwal : Yogyakarta ,Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ,  vol. 10, no. 1, juni 2017 m/1438 h
[10] Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution,MA, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta, Academia  Tazzafa, 2009, hlm. 230-232
[11] Zakiyuddin Baidhawy, Op.Cit , hal 4
[12] Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution,MA, Op.Cit hal 230-232
[13] Ibid, hal 234
[14] M. Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, Jakarta: Amzah, 2006, hal 290
[15] Ibid. hal 292
[16] Harun Nasution. Falsafah Dan Mistisme Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1995, hal 21
[17] Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner, Normatif Perenialis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Manajemen, Teknologi, Informasi, Kebudayaan, Politik, Hukum, Jakarta: Rajawali Press, 2009, hal 203
[18] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hal 46.
[19] Thahir, S, Lukman. Studi Islam Interdisipliner Aplikasi Pendekatan Filsafat, Sosiologi dan Sejarah.Yogyakarta : Qirtas , hal 2004
[20] www.id.m.wikipedia.org diakses tanggal 05 Juni 2018. 
[21]  Mas’udi, “Posmodernisme dan Polemik Keberagamaan Masyarakat Modern: Antitesis Posmodernisme Atas Dinamika Kehidupan Modernisme” Fikrah, Vol. 2, No. 1, Juni 2014, hal 250
[22] Miftah Mucharomah, Guru di Era Milenia dalam Bingkai Rahmatan LilAlamin, (Edukasia Islamika, Vol. 2, No. 2, 2017), hal 203
[23] Mahdi Ghulsyani,Filsafat-Sains Menurut al Quran . Bandung: Mizan, 2001, hal 40.

[24]Miftah Mucharomah, Op. Cit,  hal 203
[25]Heru Dwi Wahana,“Pengaruh Nilai-nilai Budaya Generasi Millennial dan Budaya Sekolah Terhadap Ketahanan Individu: Studi di SMA Negeri 39, Cijantung, Jakarta”, (Jurnal Ketahanan Nasional, XXI 1),April 2015: hal 18